Tuesday, July 26, 2016

2016-04-16 Kali Kedua MAY ke Pulau Payung


Hari Sabtu pagi, 16 April 2016, pukul 04:30, matahari belum bersinar, istirahat masih kurang rasanya, badan belum siap untuk melakukan aktivitas, setelah semalam pukul 1:30 baru saja selesai packing.

Saat itu Gojek yang saya panggil belum datang, sudah 10 menit lebih. Akhirnya saya telepon dan ternyata pengemudi baru tau kalau dia harus membawa saya ke Kaliadem. Alasannya sistem yang melakukan pemilihan, bukan dia yang mengklik menerima order saya. Sepuluh menit kemudian barulah dia datang.



Jalanan masih sepi pukul 5 pagi itu. Melewati rute Jalan Lingkar Luar Barat, masuk ke Pantai Indah Kapuk, lalu keluar di Jalan Pluit Karang Barat. Tak lama kemudian sampailah saya di Pelabuhan Kaliadem. Tercatat 12.9 kilometer jarak yang ditempuh di sistem Gojek, dengan nominal Rp 15 000 yang harus saya bayar, saya memberikan ekstra Rp 5 000 sebagai uang tips, sehingga total yang saya bayarkan adalah 20 ribu rupiah. Sangat murah untuk ongkos transportasi sejauh itu. Oops, tunggu dulu teman, sebenarnya kantor Gojek membayar 2 500 rupiah untuk setiap kilometernya, sehingga 32 250 - 15 000 = 17 250 rupiah lagi yang akan dibayarkan oleh kantor Gojek melalui sistem mereka kepada pengemudi Gojek-nya. Jadi total untuk perjalanan itu dia akan menerima 20 000 dari saya dan 17 250 dari kantor, total 37 250 rupiah.

Biasanya saya mengendarai mobil dari rumah, dan parkir menginap di Kaliadem. Biaya parkir saja sudah sekitar 75 000. Belum lagi dengan biaya tol pulang pergi, bensin dll. Kalau naik Gojek selama masa promosi ini, hanya 40 000 rupiah pp dan tidak perlu repot mengemudi. Sangat murah.








Ternyata saya yang sampai duluan di Pelabuhan Kaliadem. Beberapa teman kemudian datang, dan kali ini total 17 peserta. Beberapa teman berhalangan ikut dikarenakan tidak dapat ijin cuti dari kantornya, atau ada acara lain, sehingga jumlah itulah yang jadi berangkat. Ini adalah kali kedua, grup Main Air Yuuk ini ke Pulau Payung, demikian juga bagi saya. Trip grup Main Air Yuuk yang pertama ke Pulau Payung adalah 5 Desember 2015 (klik di sini).

Rombongan naik kapal Hasby Jaya menuju Pulau Payung. Kapal seharusnya beranjak pukul 8 pagi, namun masih menunggu satu rombongan open trip sejumlah 30 orang yang akan berkemah di Pulau Payung. Dunia sempit, teman-teman, ternyata salah satu dari rombongan tersebut adalah Dora... teman kami yang sempat ngetrip bersama di Pulau Tunda (klik di sini).

Sesampai di Pulau Payung, kita langsung menuju homestay milik Pak Salim. Kalau dulu kita menginap di lantai atas, sekarang lantai bawahnya sudah dijadikan homestay juga. Pak Salim pindah di bangunan baru di sebelahnya yang kala itu sedang dibangun dan baru berupa tembok bata ringan.

Lantai dasar ini memiliki dua buah kamar tidur, satu ruang keluarga, dan satu ruang tamu, kesemuanya kosong dan diberi kasur dobel, sehingga total ada 4 kasur yang dapat kita pakai. Selain itu masih terdapat sisa tempat kosong yang dapat kita gelar matras, ataupun alas tidur lain. Dua buah kamar mandi, satu televisi, dan satu unit air conditioner melengkapi homestay di lantai dasar ini.

Tak lama makan siang dengan menu ayam dan sayur asam, ditambah krupukpun dihidangkan. Sehabis makan dan berganti baju, kita menuju kapal.




Rombongan bersiap dengan peralatan komplit, akan menuju kapal snorkeling, antusiasme main air dan antusiasme berfoto ria. (Foto: Osel Chandra).







Hari pertama kita menyewa kapal untuk mencari spot penyelaman bebas. Pulau Payung Kecil, sebelah selatan Pulau Payung Besar merupakan spot kita kali ini. Total ada 3 spot. Saya menjumpai anemon dan clown fish, sekawanan cumi-cumi sepanjang 10 centimeter yang saat itu sedang berenang dengan warna hijau dan biru. Saat saya melakukan duck dive akan memotret mereka, saya kehilangan  mereka. Pencapaian hari ini adalah pertama kalinya berhasil melakukan dive sampai 18.5 meter, sejauh tali kecil orange saya yang selalu saya bawa selama ini. Oh... akhirnya.


Ventilasi... istilah untuk relaksasi dan persiapan melalukan penyelaman bebas, di tahap ini kita menenangkan tubuh dan pikiran, mengambil napas melalui snorkel, baru kemudian duck dive, dan turun ke bawah untuk menyelam sejauh yang kita akan lakukan.




Puff starfish yang saya jumpai di bagian dasar laut Pulau Payung Kecil.




Mencoba menyelam membawa speargun. Tidak ada ikan yang cukup besar untuk dibidik. Hanya ikan kecil-kecil yang nampak dan ikan kakatua. Ikan kakatua merupakan ikan pemakan lumut pada koral, jika lumut dimakan, maka koral akan tumbuh dengan sehat. Sehingga ikan kakatua (parrot fish) dianjukan untuk tidak diburu, meskipun dagingnya katanya lezat.







Selesai bermain air seharian, kita kembali ke dermaga untuk mandi. Lalu mampir berkumpul di warung, sambil menunggu makan malam dan barbeque disiapkan.


Di bawah lampu penerangan, sudah digelar terpal biru bak layaknya karpet. Kita duduk lesehan. Tak lama empat ekor ikan besar-besar sudah siap dan dihidangkan. Harus segera difoto karena tidak lama lagi akan habis tinggal tulang ... Cumi kecil dan cumi besar menyusul terhidang, ditambah lauk makan-malam. Semua ikan barbeque itu dipersiapkan untuk jatah 25 orang sebenarnya. Alhasil yang biasanya ludes, kali ini masih tersisa ... hahaha... Nikmat sekali, teman-teman. Ikan yang segar tanpa bahan pengawet, disajikan dengan bumbu kecap manis dan cabe, menu wajib makan malam di pulau.



Keesokan paginya, hari kedua, Minggu, 17 April 2016, kita tidak menyewa kapal snorkeling lagi, melainkan berlatih di pulau saja karena siang harinya kita sudah harus meninggalkan pulau. Sisi kiri dermaga kita lihat banyak karang dan landai. Pada kunjungan terdahulu, kita berlatih di sisi kanan dermaga. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke sisi kanan dermaga, namun sedikit menjauhi mulut dermaga, demi keamanan agar menghindari resiko tertabrak kapal.

Persiapan memasang buoy dan pemberat. Sebagian peserta lain masih tidur. Tidak semua peserta melakukan penyelaman pagi itu. Tali diulur 10 meter, kemudian 15 meter, dan terakhir 20 meter. (Foto: Acim).



Empat orang yang berhasil menyelam sedalam 20 meter pagi itu, bang Febrian, bang Primus, saya, dan mas Gusti Pratama.


17 orang peserta trip MAY kali ini, berfoto bersama... sambil santai sebelum naik kapal dan kembali ke Jakarta (foto: Hendri Juslim).





Bermain dengan Spoty. Menurut ibu pemilik warung, Spoty milik pemilik villa dan tanah di dekat sisi laguna Pulau Payung. Pemiliknya adalah warga Jakarta. Spoty mempunyai corak coklat yang tidak merata, sehingga cukup unik. Spoty baru saja melahirkan banyak anak, ada yang corak belangnya seperti corak sapi.




Bermain dengan Bule.




Berpose dengan Pak Salim.


Dalam perjalanan pulang dari Pulau Payung ke Kaliadem, di posisi antara pulau-pulau reklamasi dengan Kaliadem, saya menjumpai ada dua kapal seperti ini yang merupakan SPBU terapung.

Sesampainya di dermaga Kaliadem, 11 orang memilih segera pulang, dan 6 orang meneruskan makan seafood di Hajah Leha di komplek Pujaseri Hajah Leha. Primus yang hobi memancing pasti lebih mengetahui kualitas ikan dan harganya, didaulat membeli di Pasar Ikan Muara Angke. Ditemani oleh Gusti Pratama dan Osel Chandra. Empat ekor ikan ayam ayam, 3 kg, senilai 45 ribu rupiah, dan sekilo cumi seharga 40 ribu rupiah siap untuk diolah. Ikan dibakar dan cumi separuh dibuat bumbu saus padang dan separuhnya digoreng tepung. Sembari menunggu masakan matang, kita bermain gawai masing-masing dengan dukungan wi-fi gratis dari warung, persembahan Telkomsel.

Ibu pemilik warung bercerita bahwa pagi tadi warga sekitar Muara Angke baru saja demo menolak reklamasi. Saya suka dengan pemahaman ibu ini tentang masalah reklamasi, wawasannya cukup luas, tidak hanya kontra saja, namun bisa melihat dari segi pro nya juga, plus minusnya, suatu bahasan yang jarang saya temukan. Sejak dari masa Jokowi mencalonkan jadi Gubernur DKI dan seterusnya, banyak pandangan yang umumnya sempit, hanya satu sisi dan nyinyir, belum lagi ditambah dengan kadar fitnahnya ... sehingga dikategorikan "haters" dengan lakon wayangnya Jonxx.







Awan mendung, tak lama hujan deraspun turun. Teman-teman khawatir dengan hujan dan basah ini. Hahaha... lucu bukan ? Penyelam yang biasa menyelam ke air laut tapi takut basah. Akhirnya kitapun bersemangat untuk pulang. Empat orang mengendarai motor sendiri. Primus dengan Grab. Dan saya kembali memanggil Gojek. Hujan deras sepanjang perjalanan dari Muara Angke sampai di depan pagar rumah. Tepat di depan pagar rumah, ban belakang abang Gojek serasa kempes. Ternyata memang ban luarnya sudah tipis. Ongkos 15 000 yang saya bayarkan, saya tambahkan 10 ribu rupiah. Badan basah kuyup, tas carrier basah, namun isi carier masih tetap kering. Jas hujan abang gojek yang saya pakai posisinya miring karena carier yang tinggi, dah hujan sangat deras, sehingga tidak mampu melindungi badan dari air. Sampai di rumah disambut oleh si husky. Bermain sebentar dengan husky lalu mandi dan membereskan barang-barang bawaan, memisahkan baju kotor, membilas peralatan main air. Selesailah sudah ...

Main Air Yuuk...

GunadiTK






No comments:

Post a Comment